TOKOLITIK

Selasa, 26 Februari 2013



Dua pengaruh utama kontraktilitas miometrium adalah konsentrasi intraseluler kalsium dan aktivitas miosin light chain kinase, suatu enzim yang juga bergantung pada kalsium
Kalsium intraseluler yang meningkat mengikat diri dengan calmodulin. Kompleks ini mengaktivasi enzim miosin light chain kinase, yang kemudian akan memfosforilasi miosin. Miosin yang telah difosforilase akan berinteraksi dengan aktin menghasilkan kontraksi uterus.
Tempat utama dimana kalsium diregulasi adalah  pada  membran sel dan pada penyimpanan intraseluler di retikulum sarkoplasma.
Kalsium pada sel myometrium berasal dari intraseluler maupun ekstraseluler dimana sebagian besar kalsium yang digunakan sel myometrium untuk berkontraksi berasal dari konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan kalsium intraseluler dari berbagai macam mekanisme yang berbeda dan berikatan dengan calmodulin dan memulai aktivasi dari calcium-dependent myosin light chain kinase (CDMLK)
Sub grup dari obat-obat tokolitik bekerja dengan cara yang berbeda-beda untuk menghambat terjadinya kontraksi uterus, ini terjadi melalui mekanisme persalinan yang spesifik (antagonis oksitosin, penghambat prostaglandin) atau melalui aksi non spesifik pada kontraktilitas sel (β agonis, magnesium sulfat dan penghambat kalsium)
β AGONIS SEBAGAI TOKOLITIK
β Agonis adalah golongan tokolitik yang secara struktur sama dengan katekolamin endogen, epinefrin dan nor-epinefrin. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor β adrenergik pada uterus.
Terbutalin dan Ritodrin sekarang yang paling banyak digunakan sebagai tokolitik pada golongan ini di Amerika Serikat dibandingkan dengan Hexoprenalin, Fenoterol, Salbutamol dan lain-lain, tetapi hanya Ritodrin yang direkomendasikan oleh FDA sebagai tokolitik dari golongan ini.
Ritodrin dan Terbutalin diketahui dapat menembus plasenta dengan cepat dan menginduksi stimulasi β Adrenergik pada fetus. Konsentrasi pada fetus ± 30% lebih rendah dibanding dengan konsentrasi maternal setelah 2 jam pemberian secara intra vena, tetapi menjadi sama setelah periode yang lebih lama. Pada pemberian yang konstan melalui intravena Ritodrin dan Terbutalin akan mencapai dosis terapi dengan waktu paruh 6-9 menit. Setelah pemberian intravena tidak dilanjutkan waktu paruhnya meningkat mencapai 2,5 jam.
Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik
·        Maternal :
·        Penyakit jantung
·        Diabetes melitus yang tidak terkontrol
·        PEB dan eklampsia
·        Hipertiroid
·        Perdarahan ante partum
·        Fetal :
·        Gawat janin
·        Korioamnionitis
·        Janin mati
·        IUGR
Pemberian dosis obat haruslah mulai dari dosis terkecil.Ritodrin biasanya diberikan intravena dengan dosis awal 50-100μg/m dan ditingkatkan 50μg/m setiap 15-20 menit sampai kontraksi uterus berhenti, dengan dosis maksimum 350μg/m
Efek-efek Terhadap Ibu
Berikut adalah efek-efek maternal akibat terapi tokolitik dengan golongan β- Adrenergik agonis :
·        Fisiologi :
·        Agitasi
·        Sakit kepala
·        Mual
·        Muntah
·        Demam
·        Halusinasi
·        Metabolik :
·        Hiperglisemia
·        Diabetik ketoasidosis
·        Hiperinsulinemia
·        Hiperlaktasidemia
·        Hipokalemia
·        Hipokalsemia
·        Jantung :
·        Edema pulmonum
·        Takikardi
·        Palpitasi
·        Hipotensi
·        Gagal jantung
·        Aritmia, dll
Efek Terhadap Janin dan Neonatus
·        Fetal :
·        Takikardi
·        Aritmia
·        Iskemik otot jantung
·        Hipertropi otot jantung
·        Gagal jantung
·        Hiperglisemia
·        Hiperinsulinemia
·        Neonatal :
·        Takikardi
·        Hipokalsemia
·        Hiperbilirubinemia
·        Hipoglikemi
·        Hipotensi
·        Aritmia

OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID SEBAGAI TOKOLITIK
Farmakokinetik
OAINS bekerja primer sebagai penghambat cyclooxygenase. Indomethacin adalah obat dari golongan ini yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai tokolitik. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresi melalui urin.
Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik
Indomethacin dapat dapat diberikan peroral atau peranal, dosis yang digunakan sebagai terapi pada persalinan prematur adalah 150-300 mg/hari, dengan dosis awal adalah 100-200 mg peranal atau 50-100 mg peroral dan kemudian 25-50 mg setiap 4-6 jam. Setelah pemberian dosis awal kadar optimal dicapai dalam 1-2 jam yang dapat dicapai oleh pemberian dengan cara peranal.
Indomethacin dikontraindikasikan untuk ibu-ibu yang menderita kerusakan ginjal, hati, asma, oligohidramnion, ulkus peptikum dan alergi.
Efek-efek Terhadap Ibu
Bila dibandingkan dengan magnesium sulfat atau ritodrin, efek samping maternal indomethacin lebih minimal dan jarang terjadi. Kemungkinan efek yang paling sering terjadi adalah iritasi gastrointestinal termasuk mual, sakit lambung, heartburn, dan muntah yang berkaitan dengan terapi oral obat ini. Antasida dapat membantu bila gejala-gejala ini terjadi. Akan tetapi, kebanyakan pasien dapat mentoleransi indomethacin oral dan hanya mengalami sedikit efek samping.
Efek Terhadap Janin dan Neonatus
Indomethacin telah ditemukan berkaitan dengan adanya morbiditas pada bayi baru lahir, terutama jika terapi tokolitik tidak berhasil dan bayi dilahirkan prematur atau obat digunakan lebih dari 2 hari. Laporan-laporan ini dan lainnya menunjukkan bahwa bila terapi indomethacin ini melebihi 48 jam, maka terjadi peningkatan resiko bagi neonatus untuk mengalami enterokolitis nekrotikans, perdarahan intraventrikuler, peningkatan resiko displasia bronkhopulmoner, gagal napas, disfungsi ginjal, dan insiden yang lebih tinggi untuk terjadinya penutupan duktus arteriosus yang dini akibat indomethacin setelah lahir. Konstriksi duktus arteriosus, oligohidramnion, merupakan efek samping yang paling serius berkaitan dengan penggunaan obat ini.
OAINS Lain Sebagai Tokolitik
Seperti yang kita ketahui OAINS bekerja primer sebagai penghambat cyclooxygenase (COX) yang mempunyai 2 tipe yaitu COX-1 dan COX-2. Indomethacin adalah OAINS yang bekerja pada kedua tipe ini.
Pada manusia peningkatan kadar COX tipe 2 diyakini lebih bermakna terhadap terjadinya persalinan prematur dibanding COX tipe 1. Contoh obat-obat yang dapat digunakan sebagai tokolitik dari golongan ini adalah Nimesulid dan Celecoxib.
Nimesulid dapat dipakai sebagai tokolitik tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal stadium akhir pada manusia sehingga hal inilah yang membatasi penggunaannya.
Sedangkan celecoxib dengan dosis 50, 10, 1 mg/kgbb dapat digunakan sebagai tokolitik yang dapat menunda persalinan dibandingkan tanpa celecoxib dengan efek samping penutupan dini dari duktus arteriosus yang lebih kecil dibanding indomethacin.

MAGNESIUM SULFAT (MgSO4) SEBAGAI TOKOLITIK
MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada penderita preeklamsia sebagai anti kejang yang juga bersifat sebagai tokolitik.
Obat ini dipakai sebagai obat tokolitik utama karena murah, mudah cara pemakaiannya dan resiko terhadap sistem kardiovaskuler yang rendah serta hanya menghasilkan efek samping yang minimal terhadap ibu, janin dan neonatal.
Farmakokinetik
Jumlah total magnesium dalam tubuh manusia adalah 24gr yang sebagian besar terdapat pada tulang dan ruang intraseluler dan hanya 1% pada ekstraseluler. Konsentrasi magnesium pada serum wanita normal berkisar antara 1,83 mEq/l dan turun menjadi 1,39 mEq/l pada wanita hamil.
Magnesium dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal oleh karena itu konsentrasi magnesium plasma ditentukan oleh jumlah pemberian melalui infus dan kecepatan filtrasi glomerulus.
MgSO4 mempunyai dua cara yang memungkinkannya bekerja sebagai tokolitik yang pertama peningkatan kadar MgSO4 menurunkan pelepasan asetilkolin oleh motor and plates pada neuromuskular junction sehingga mencegah masuknya kalsium, cara yang kedua MgSO4 berperan sebagai antagonis kalsium pada sel dan ekstrasel.
Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik
Intoksikasi MgSO4 dapat dihindari dengan memastikan bahwa pengeluaran urin memadai, refleks patella ada dan tidak ada depresi pernapasan.
Refleks patella menghilang pada kadar 10 mEq/l (antara 9-13 mg/dl) dan pada kadar plasma lebih dari 10 mEq/l akan timbul depresi pernapasan dan henti napas dapat terjadi pada kadar plasma 12 mEq/l atau lebih. MgSO4 sebagai terapi tokolitik dimulai dengan dosis awal 4-6 gr secara intravana yang diberikan selama 15-30 menit dan diikuti dengan dosis 2-4 gr/jam selama 24 jam selama terapi tokolitik dilakukan konsentrasi serum ibu biasanya dipelihara antara 4-9 mg/dl.
Untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya intoksikasi seperti hal di atas maka perlunya disediakan kalsium glukonas 1 gr sebagai anti dotum dari MgSO4.
Efek Terhadap Ibu
Komplikasi yang terlihat berupa edema pulmonal, nyeri dada, nausea berat atau kemerahan, mengantuk, dan pandangan kabur. Namun, secara keseluruhan, efek samping terhadap ibu jarang terjadi.
Efek samping yang paling signifikan dari terapi magnesium sulfat adalah berkembangnya edema pulmonal
Efek Terhadap Janin dan Neonatus
Sebagian besar, penggunaan terapi infus magnesium sulfat intravena hanya memiliki resiko yang sedikit terhadap janin dan neonatus.
Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat terhadap janin dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui rontgen terlihat pada neonatus dari pasien yang menerima infus magnesium sulfat jangka panjang (lebih dari 1 minggu). Perubahan-perubahan ini termasuk abnormalitas tulang secara radiografi seperti perubahan dari tulang panjang, penipisan tulang parietal, dan mineralisasi tulang yang abnormal 

ANTAGONIS OKSITOSIN SEBAGAI TOKOLITIK
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi obat tokolitik di masa depan.
Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap obat-obat tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya efek samping terhadap ibu, janin atau neonatus.
Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa.
Atosiban menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok reseptor oksitosin. 
Farmakologi Atosiban
Atosiban ({1-deamino-2-D-Tyr(Oet)-4-Thr-8-Orn}-oxytosin) adalah antagonis reseptor oksitosin, yang dikembangkan untuk terapi persalinan prematur. Atosiban merupakan antagonis kompetitif dari oksitosin yang menghambat oksitosin menginduksi terjadinya kontraksi uterus.
Keefektifan Atosiban sebagai Tokolitik
Dosis yang diberikan dan jadwal pemberian adalah sebagai berikut: dosis pertama bolus 6,75 mg atosiban selama lebih dari 1 menit, dilajutkan infus 18 mg/jam selama 3 jam dan 6mg/jam selama 45 jam. Lama pemberian tidak boleh melebihi 48 jam, dan total dosis pemberian tidak melebihi 330 mg. 
Efek Samping
Efek samping yang dilaporkan sampai saat ini dan telah dibandingkan dengan golongan beta agonis seperti nyeri dada, palpitasi, takikardi, hipotensi, dyspneu, mual, muntah dan sakit kepala serta satu kasus dengan edema pulmonum yang mana wanita tersebut juga mendapat terapi tokolitik salbutamol selama 7 hari dibandingkan dengan grup β agonis terdapat 2 orang yang menderita edema pulmonum

0 komentar:

Posting Komentar