Abortus Profokatus

Kamis, 05 September 2013



BAB I  PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran kandungan) yakni abortus spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi.
Lain halnya dengan abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
·         Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapicus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.

·         Abortus buatan ilegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2011, dilakukan di Jakarta diperoleh hasil bahwa sekitar 6-20 persen anak SMU dan mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sebanyak 35 persen dari mahasiswa kedokteran di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta sepakat tentang seks pranikah. Dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95 persennya dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun. Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Lalu, polling yang dilakukan di Bandung menunjukkan, 20 persen dari 1.000 remaja yang masuk dalam polling pernah melakukan, seks bebas. Diperkirakan 5-7 persennya adalah remaja di pedesaan. Sebagai catatan, jumlah remaja di Kabupaten Bandung sekitar 765.762. Berarti, bisa diperkirakan jumlah remaja yang melakukan seks bebas sekitar 38-53 ribu. Kemudian, sebanyak 200 remaja putri melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil dan 90 persen dari jumlah itu melakukan aborsi. 
Sedangkan abortus spontan, menurut Prof. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju didunia, yakni mencapai 2,3 jutaabortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB. 
Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat negara kita, merupakan negara dengan mayoritan penduduk muslim. Tak hanya itu, berkembangnya paham liberalisme dimana pada paham ini menghendaki kebebasan individu dalam segala bidang selain paham liberalisme berkembang juga paham sekularisme yaitu paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan sehari – hari manusia. Akibatnya, opini masyarakat terpecah menjadi dua yaitu, kelompok pro life dan pro choice.
Kelompok pro life menekankan hak janin untuk hidup sebaliknya kelompok pro choice menekankan pada hak seorang perempuan untuk tetap atau menghentikan kehamilannya. Perdebatan antara kelompok pro life dan pro choice ini memang masih dirasakan sehingga timbullah suatu tuntutan dari masyarakat terhadap perkembangan peraturan perundang – undangan terhadap abortus.

1.2 Rumusan Masalah
 a.      Apa pengertian dari abortus?
b.      Metode – metode apa saja yang sering digunakan dalam tindak pidana abortus provocatus?
c.       Apa saja komplikasi yang dapat ditimbukan dari perbuatan abortus?
d.      Mengapa seseorang terdorong melakukan tindak pidana abortus provocatus?
e.      Bagaimana abortus provocatus jika dipandang dari segi hukum di Indonesia?
f.        Bagaimana pembuktian tindak pidana abortus provocatus ?

1.3 Tujuan 
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk memahami abortus provocatus dalam sudut pandang hukum di Indonesia
1.3.2         Tujuan Khusus
a.Untuk membedakan abortus dan komplikasinya.
b.Untuk  metode – metode yang digunakan dalam tindak pidana abortus provocatus kriminalis.
c.Untuk  hal – hal apa saja yang mendorong seseorang melakukan tindak pidana abortus provocatus.
d.Untuk mengetahui undang- undang Indonesia yang mengatur tindak pidana abortus provocatus.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar kita lebih memahami pengertian dari abortus bila dipandang dari aspek medis hukum di Indonesia.

1.4.2   Bagi Masyarakat
Agar masyarakat lebih memahami yang dimaksud dengan tindak pidana abortus sehingga timbul suatu kesadaran sehingga angka kejadian abortus provocatus dapat berkurang.


BAB II  TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram.
Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi:
1.      Abortus spontan adalah keadaan di mana gugurnya kandungan seorang wanita yang dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun adanya penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:
a.       Abortus Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan Threatened Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal terjadi keguguran.
b.      Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
c.       Abortus Komplitus. Yang satu ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.
d.      Abortus Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal Missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.
2.      Abortus yang terjadi akibat kecelakaan bila seorang wanita hamil mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di daerah perut, akan dapat mengalami abortus; yang biasanya disertai dengan perdarahan yang hebat
3.      Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar yakni :
a.       Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus
Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik agar nyawanya dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan (indikasi medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa si ibu, misalnya bila si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan. Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya kemajuan pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau dapat menyebabkan kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan, hal mana tentunya akan memberi pengaruh didalam penyidikan khususnya perundang-undangan pada umumnya, demikian pula dengan definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan sosial-ekonomi dari si ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus semacam ini penyidik harus memahami permasalahan, bila perlu penyidik meminta bantuan kepada organisasi proteksi yang bersangkutan.
b.      Abortus provocatus criminalis
Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas tindakan penguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan hanya untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga dari si-ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan baik (crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang dikandung).

2.2 Metode dalam Abortus
Pada masyarakat Indonesia lazimnya pengguguran kandungan dengan memakai obat – obatan dan jamu. Tujuan pemakaian berbagai macam jamu dan obat adalah memberi peredaran darah yang berlebihan di perut bagian bawah, hiperemia, sehingga rahim menjadi peka dan mudah berkontraksi atau membuat perut merasa mulas, kejang dan rahim ikut berkontraksi. Obat yang sering dipakai untuk pengguguran (abortivum) dapat dibagi dalam beberapa golongan:
·         Obat yang menyebabkan muntah, emetikum
·         Obat  pencahar. Obat yang bekerja melalui traktus digestivus seperti pencahar yang bekerja cepat, castor oil, dan lain-lain, menyebabkan peredaran darah di daerah pelvik meningkat, sehingga mempengaruhi hasil konsepsi.
·         Obat yang menyebabkan haid menjadi lancar, obat peluruh haid, emenagogum. Emenagoga yang merangsang atau memperlancar haid seperti apiol, minyak pala, oleum rutae.
·         Obat yang menyebabkan otot rahim menjadi kejang, ekbolikum. Ecbolica membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot, kinina, ekstrak pituitari, estrogen. Obat-obatan ini, untuk tujuan abortivum harus dipergunakan dalam dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya.
·         Garam logam timah hitam yang menyebabkan kandungan mati setelah beberapa minggu.
·         Obat-obat yang meningkatkan sirkulasi darah di daerah panggul sehingga mempengaruhi uterus seperti ekstrak cantharidium.
·         Obat-obat iritan seperti arsenik, fosforus, mercuri dan lain-lain.
Sebenarnya, terdapat berbagai macam metode yang sering dipergunakan dalam abortus provocatus yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada si-ibu. Metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi resikonya. Hal ini perlu diketahui penyidik dalam kaitannya dengan pengumpulan barang-barang bukti. Metode – metode tersebut antara lain :

·         Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu
a.       Kerja fisik yang berlebihan
b.      Mandi air panas
c.       Melakukan kekerasan pada daerah perut
d.      Pemberian obat pencahar
e.       Pemberian obat-obatan dan bahan-bahan kimia
f.       “electric shock” untuk merangsang rahim
g.      Menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina

·         Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu
a.        Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi peningkatan “menstrual flow”, dan preparat hormonal guna mengganggu keseimbangan hormonal
b.      Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari placenta dan amnion, atau menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid)
c.       Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau pinsil dengan maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir dengan abortus

·         Pada umur kehamilan antara 12 – 16 minggu
a.       Menusuk kandungan
b.      Melepaskan fetus
c.       Memasukkan pasta atau cairan sabun
d.      Dengan instrumen ; kuret

2.3 Komplikasi
          Komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a.       Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b.      Syok akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil.
c.       Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan kedalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama sistem vena di endometerium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat mematikan dengan segera.
d.      Inhibisi vagal, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stres, gelisah dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
e.       Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anestesia.
f.       Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan waktu.
g.      Tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan pengaliran listrik lokal
                                    

2.4 Faktor – Faktor yang Mendorong Tindak Pidana Abortus
Abortus provocatus berkembang sangat pesat dalam masyarakat Indonesia, hal ini banyaknya faktor yang memaksa pelaku dalam masyarakat untuk melakukan hal tersebut. Pelaku merasa tidak mempunyai pilihan lain yang lebih baik selain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan moral yaitu melakukan aborsi.
 Berikut ini disebutkan beberapa faktor yang mendorong pelaku dalam melakukan tindakan abortus provocatus yaitu:
a.       Kehamilan sebagai akibat hubungan kelamin di luar perkawinan
b.      Alasan-alasan sosio ekonomis.
c.       Alasan anak sudah cukup banyak.
d.      Alasan belum mampu punya anak.
e.       Kehamilan akibat perkosaan

2.5 Pandangan Agama terhadap Abortus Provocatus
            Menurut agama Islam          :
1.      Keputusan fatwa musyawarah nasional VI ulama Indonesia No : I /MUNAS VI/ MUI/2000 tentang aborsi.“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar .“ (QS. Al-Isra’ [17] : 33).
2.      Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh ar-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si-ibu.
3.      Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh ar-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah  Islam.
Menurut agama Kristen       :
1.       Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa.
2.      Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
3.      Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.
4.      Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.
5.      Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya
Menurut agama Hindu         :
1.      Aborsi dalam theologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa Karma”.
2.      Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka“atma”sudah ada.
3.      Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.
4.      Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa.
5.      Jangan membunuh manusia dan hewan.
Menurut agama Budha        :
1.      Agama Budha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Budhis, menyangkut sila pertama, yaitu panatipata.
2.      Bagi mereka yang menyediakan jasa aborsi tidakresmi dan ketahuan tentu akan mendapat ganjaran menurut hukum negara. Ini sebagai akibat dari perbuatan (karma).

2.6 Ketentuan-ketentuan Abortus Provocatus dalam Perundang-undangan3,4,6,7,8
Dalam KUHP dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 299         :(1)Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau menimbulkan pengharapan,bahwa oleh karena itu dapat gugur kandungannya,dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.
(2)Kalau si-tersalah mengerjakan itu karena mengharapkan keuntungan, dari kebiasaannya dalam melakukan kejahatan itu, atau kalau ia seorang tabib, dukun beranak(bidan), atau tukang membuat obat, hukuman itu, dapat ditambah dengan sepertiganya.
(3)Kalau si-tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya, dapat ia dipecat dari pekerjaannya itu.
Pasal 346         : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347         : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348         : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikankandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349         : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2.      Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
3.      Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4.      Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.
Pada penjelasan UU No.36 Tahun 2009 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 75           :
(1)  Setiap orang dilarang melakukan aborsi
(2)  Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat diatas dapat dikecualikan berdasarkan:
§  indikasi kedaruratan medis
§  kehamilan akibat perkosaan
(3)  Tindakan diatas hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Pasal 76           :
Aborsi dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan :
  1. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung darihari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
  2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
  3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
  4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
  5. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat.
Pasal 77           :
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalamPasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu,tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                Menurut Panduan Etika dan Profesi Obstetri dan Ginekologi Bab X tahun 2003 :
Pasal 32           : Dokter spesialis obstetri dan ginekologi hendaknyamenyikapi dengan arif agar tidak terjebak dalam pertentangan tajam antara aliran Pro-life yang secara ekstrim menolak aborsi dan aliran Pro-choice yangmenghormati hak perempuan untuk secara bebas menentukan apakah akan meneruskan atau menghentikan kehamilannya dengan cara aborsi.
Pasal 33           :Aborsi atas indikasi medis (theurapeutic abortion) dapat dilakukan oleh spesialis obstetri dan ginekologi setelah melaui proses Informed Consent dan diputuskan oleh dua orang yang kompeten dalam bidangnya.
Pasal 34           :Aborsi atas indikasi non medis dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu secara selektif setelah melalui konseling yang aman dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 35           :Sebagai kontrol apakah keputusan aborsi aman  dibenarkan secara etis apabila keputusan itu dibuat dengan berat hati karena tidak ada jalan lain yang lebih baik, bukan karena pertimbangan komersial dan  kehamilan sebelum 12 minggu.


2.7 Pembuktian pada Tindak Pidana Abortus
2.7.1 Pemeriksaan Korban Hidup
          Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan
          Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara, nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora, labia minora dan serviks. Tanda-tanda tersebut biasanya tidak mudah dijumpai karena kehamilan masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka, peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa bahan abortivum. Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian hubungan ibu dan janin.
2.7.2 Pemeriksaan Post Mortem
Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam (autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada: (3)
1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini diperiksa :
a.Payudara secara makros maupun mikroskopis
b.Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
c.Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua
2. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan
a.Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan lahir
b.Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril
c.Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri
3.  Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok, emboli udara, emboli cairan atau emboli lemak
       
BAB III   KESIMPULAN

1.      Abortus secara umum dibagi atas dua macam yaitu abortus spontan dan abortus buatan.
2.      Abortus Buatan, dilihat dari aspek hukum dapat digolongkan menjadi dua  golongan yaitu Abortus Buatan Legal (Abortus Provocatus Therapeticus) dan  Abortus Buatan Ilegal (Abortus Provocatus Criminalis).
3.      Dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia pengaturan tentang  abortus terdapat dalam dua Undang-undang yakni Kitab Undang-undang  Hukum Pidana (KUHP) dan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang  Kesehatan.
4.      Semua peraturan yang diatur dalam Pasal demi Pasal dalam KUHP dan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah merupakan satu peraturan yang kesemuanya yaitu peraturan yang melarang melakukan suatu tindak pidana Abortus Provocatus. Tetapi ada pengecualian pada hal-hal tertentu dapat dibenarkan oleh undang – undang tentang kesehatan yaitu jelas indikasinya menurut medis yang benar-benar harus dilakukan oleh ahli kandungan karena dalam keadaan bahaya maut terhadap ibu hamil dan atau janinnya.
5.      Proses pembuktian atas kasus Abortus Buatan Ilegal sangat sulit dan rumit,  mengingat para pihak dalam melakukan perbuatan tersebut selalu didahului  kesepakatan untuk saling merahasiakan.


BAB IV  SARAN

4.1   Saran untuk Tenaga Medis :
1.      Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya menghindari melakukan  tindakan abortus ilegal, karena itu merupakan tindakan kejahatan dan  bertentangan dengan ajaran agama.
2.      Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya dalam menjalankan profesinya harus sesuai dengan standar profesi medis, karena sebagai akibat  adanya standar profesi medis ini timbul suatu kewajiban untuk selalu meng”up to date” dalam semua perkembangan medis yang ada dalam bidang  keahliannya.
3.      Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan, sehingga pengurangan  kejadian Abortus Buatan Ilegal dapat dikurangi.

4.2  Saran untuk Masyarakat:
1.  Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum menikah.
2.  Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3.  Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya.

 
DAFTAR PUSTAKA

1.      http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1552/1/pid-syafruddin6.pdf
2.      Cunningham FG. 2006.Obstetri William Vol. 1. Jakarta: EGC. hal: 54-66
3.      http://hukumkes.wordpress.com/2010/12/16/aborsi-menurut-hukum-di-indonesia/
4.      http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17177/1/equ-agu2006-11%20(3).pdf
5.      http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/22/abortus-dalam-kaitannya-dengan-ilmu-kedokteran-forensik-dan-medikolegal/
6.      Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 36. Kesehatan.
7.      http://id.scribd.com/doc/91487295/Aspek-Medikolegal-aborsi
8. Departemen kedokteran forensik dan medikolegal fakultas kedokteran universitas airlangga,(2012). buku pedoman kepaniteraan klinik di departemen ilmu kedokteran forensik dan medikolegal fakultas kedoktean forensik universitas airlangga. surabaya : Departemen kedokteran forensik dan medikolegal fakultas kedokteran universitas airlangga