Partus prematurus imminent

Jumat, 08 Maret 2013



Definisi

  •   Kelahiran pada usia gestasi lebih dari 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu

Epidemiologi

  •   sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity),
  •   sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity)
  •   sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu(moderate prematurity),dan
  •    60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term).

Etiologi
Etiologi dan alur PPI yang diakui secara umum 
















 Faktor Resiko
  Meskipun patofisiologi PPI kurang dapat dipahami, namun terdapat banyak, faktor risiko yang diketahui berperan pada PPI
  Faktor risiko :
1.       Kehamilan multipel
2.       Polihidramnion
3.       Anomali uterus
4.       Dilatasi serviks > 2 cm pada kehamilan 32 minggu
5.       Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester kedua
6.       Riwayat PPI sebelumnya
7.       Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop electrosurgical excision procedure)
8.       Penggunaan cocaine atau amphetamine
9.       Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
10.   Operasi besar pada abdomen setelah trimester pertama.
11.   Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
12.   Riwayat pielonefritis
13.   Riwayat abortus satu kali pada trimester kedua
14.   Riwayat abortus > 2 kali pada trimester pertama.

Patogenesis
1.       Aktivasi aksis hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin atau ibu: stres

  •   proses yang paling penting, yang menghubungkan stres dan kelahiran preterm ialah neuroendokrin, yang menyebabkan aktivasi prematur aksis HPA. Proses ini dimediasi oleh corticotrophinreleasing hormone (CRH) plasenta.
  •   CRH plasenta, dapat menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan dehydroepiandrosterone synthase (DHEA-S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan menstimulasi plasenta untuk mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat PPI.

2.       Infeksi dan inflamasi

  •   patogenesis infeksi hingga menyebabkan PPI pun hingga kini belum jelas benar, namun diduga berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh, dan diawali oleh aktivasi fosfolipase A2 yang dihasilkan oleh banyak mikroorganisme.
  •   Fosfolipase A2 akan memecah asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Selain itu, endotoksin (lipopolisakarida) bakteri dalam cairan amnion akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan.

3.       Perdarahan desidua (Decidual Hemorrhage / thrombosis)

  •   Perdarahan desidua dapat menyebabkan PPI. Lesi plasenta dilaporkan 34% dari wanita dengan PPI.
  •   Lesi ini dapat dikarakteristikan sebagai kegagalan dari transformasi fisiologi dari arteri spiralis, atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan mekanisme yang menghubungkan lesi vaskular dengan PPI ialah iskemi uteroplasenta. Meskipun patofisiologinya belum jelas, namum trombin diperkirakan memainkan peran utama.
  •   trombin merupakan protease multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskular, intestinal, dan otot halus miometrium. Trombin menstimulasi peningkatan kontraksi otot polos longitudinal miometrium

4.       Distensi uterus yang berlebihan (uterine overdistension)

  •   Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan PPI  masih belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin.

5.       Insufisiensi serviks

  •   Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy losses pada trimester kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan pada serviks berhubungan dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang cukup luas, termasuk PPI.

  Terdapat lima penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu:
(1)kelainan bawaan
(2) in-utero diethylstilbestrol exposure
(3) hilangnya jaringan dari serviks akibat prosedur operasi seperti Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP)
(4) kerusakan yang bersifat traumatis; dan
(5) infeksi.
Diagnosis

  •   Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman PPI. Diferensiasi  dini antara persalinan sebenarnya dan persalinan palsu sulit dilakukan sebelum adanya  pendataran dan dilatasi serviks.
  •    Kontraksi uterus sendiri dapat menyesatkan karena ada kontraksi Braxtons Hicks. Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi yang tidak teratur, tidak ritmik, dan tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun dapat menimbulkan keraguan yang amat besar dalam penegakan diagnosis PPI.
  •   Tidak jarang, wanita yang melahirkan sebelum aterm mempunyai aktivitas uterus yang mirip dengan kontraksi Braxtons Hicks, yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu

  Diagnosis PPI menurut American Academy of Pediatrics dan The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) ialah sebagai berikut:
  1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks
  2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
  3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1.       Menghambat proses persalian preterm dengan pemberian tokolisis,  selain itu juga pasien juga perlu membatasi
2.       aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
3.       Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
4.       Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Tokolitik
Alasan pemberian tokolisis pada persalianan preterm ialah:
1. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
2. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru janin
3. Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap
4. Optimalisasi personil.
Akselerasi pematangan fungsi paru

  •   Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
  •   Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason

Antibiotika

  •   Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.
  •   Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD

Komplikasi

  •   PPI menyebabkan 70% kematian prenatal atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka pendek maupun jangka panjang.

Morbiditas jangka pendek diantaranya ialah

  •   respiratory distress syndrome (RDS)
  •   perdarahan intra/periventrikular, necrotising enterocolitis (NEC)
  •   displasia bronko-pulmoner
  •   sepsis

Adapun morbiditas jangka panjang yang meliputi

  •   retardasi mental
  •   gangguan perkembangan
  •   serebral palsi
  •   seizure disorder
  •   Kebutaan
  •   hilangnya pendengaran
  •   juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik.